Ayo Bergabung!

Bacaan Wajib #5: Dari Reaktif Menjadi Non-Reaktif, Mungkinkah?

Banyak MS lovers yang bertanya, mungkinkah status HIV bisa berubah dari reaktif (R) menjadi non reaktif atau (NR)? Atau adanya beberapa produk herbal yang berpromosi dan berjanji bisa merubah status dari R menjadi NR, atau testimoni pengguna ARV mau pun non ARV yang melakukan pengecekan ulang dan hasilnya berubah menjadi NR. mungkinkah?

Dalam dunia medis, fenomena perubahan reagensia antibodi dari hasil tes positif/reaktif menjadi negatif/non-reaktif disebut SEROREVERSION atau SEROREVERSI. Tidak hanya untuk pengecekan antibodi HIV, namun juga tes penyakit-penyakit yang menggunakan reagensia antibodi seperti beberapa penyakit infeksi patogen.

So, mungkinkah terjadi seroreversi?
Jawabannya bisa MUNGKIN, dan TIDAK MUNGKIN. lho?? yup, karena semuanya punya penjelasan.

TIDAK MUNGKIN terjadi seroreversi, karena:
  1. Antibodi adalah bentuk pertahanan tubuh terhadap patogen (bakteri, virus, jamur, parasit). antibodi spesifik terbentuk oleh tubuh setelah patogen menginfeksi dan sistem imun mengenali, memproduksi antibodi, dan menjadi bentuk pertahanan bila dikemudian hari ada patogen yang sama yang menyerang. Prinsipnya sama seperti vaksinasi/imunisasi, tubuh diberi patogen yang dimatikan/dilemahkan, tubuh bereaksi dengan memproduksi antibodi, sehingga dikemudian hari tubuh sudah kebal dengan infeksi patogen tersebut. Antibodi bersifat tetap, akan terus diproduksi seumur hidup selama sistem imun bekerja dengan baik.
  2. Database ODHA sudah berada di sistem pusat. ODHA yang terdeteksi reaktif akan didaftarkan ke dalam database negera bernama SIHA, sistem ini bisa diakses dimana pun diseluruh Indonesia oleh yang berwenang. Karena berpegang pada fakta no.1, siapapun yang tervonis reaktif akan selamanya tertulis reaktif dalam sistem. Maka, dimana pun anda melakukan tes konfirmasi kembali, hasilnya akan selalu reaktif (kecuali anda melakukan tes anonim).


MUNGKIN bisa terjadi seroreversi, jika:
  1. Hasil tes awal adalah positif palsu (false positive), hal ini bisa terjadi karena alat uji cepat/rapid test yang ada tidak valid dan tidak tersandar karena masih mungkin terjadi hasil positif/negatif palsu, bahkan indeterminate (tidak jelas). Hasil positif palsu bisa terjadi pada ibu hamil, pengidap IMS, pengidap penyakit infeksi lain, bahkan tergantung dari hasil wawancara saat VCT.
  2. Sistem imun yang sudah tidak berfungsi, sehingga tubuh tidak lagi memproduksi antibodi. hal ini justru bukan berita baik, karena ‘tentara’ yang menjaga infeksi sudah tidak ada lagi.
  3. Efek terapi tertentu. Hal ini belum terbukti validitasnya. Ada penelitian yang menyatakan bahwa beberapa herbal dapat menghasilkan seroreversi berlanjut, namun karena hanya ada 1 jurnal yang melaporkan tanpa sitasi maka belum dapat dikatakan valid. apalagi dengan klaim produk herbal diluaran yang berjanji namun tidak bisa menjelaskan secara ilmiah. 
  4. Seroreversi adalah fenomena sangat langka dalam dunia medis. Jangan dulu bicara soal tes HIV, tes antibodi untuk penyakit sipilis yang sudah baku dan terstandar misalnya, penelitian seroreversi pada antibodi sipilis hanya terjadi pada 1:100000 (satu banding seratus ribu) artinya hanya ada 1 kemungkinan kejadian seroreversi pada 100 ribu penderita sipilis. Begitu pula pada antibodi patogen lain misalnya hepatitis C, infeksi Helicobacter pylori, dll.


KESIMPULAN
Dalam pengecekan penyakit-penyakit infeksi. seroreversi adalah hal langka, karena selama metode yang diuji adalah reagensia antibodi, maka hasilnya akan selalu sama, kecuali bila ada kemungkinan-kemungkinan yang sudah dijelaskan diatas. Dalam kasus HIV, klaim seroreversi lebih banyak terjadi pada kasus-kasus positif palsu karena tes kit yang tidak valid dan tidak terstandar.

0 komentar:

Posting Komentar