Ayo Bergabung!

Senin, 22 Mei 2017

Antiretroviral (ARV) Bukan Sekedar Efek Samping

Banyak yang masih belum mengetahui, apa itu ARV, kenapa pada nama MAHA STAR dibubuhi : Stop ARV? emangnya ARV itu apa sih?
ARV atau antiretroviral adalah jenis obat kimia yang dianggap dapat menekan replikasi virus HIV pada orang yang divonis ODHA. Seseorang yang divonis mengidap HIV diharuskan meminum ARV setiap hari seumur hidupnya sehingga dia dijanjikan punya umur panjang dan bebas dari kondisi AIDS (kondisi drop karena hilangnya imunitas tubuh dalam melawan penyakit lain).
Terdengar simple, mudah dan melegakan bukan? divonis HIV, ditakuti-takuti berumur pendek, dan diberi harapan bisa berumur panjang bila konsumsi ARV seumur hidup, dan poff! happily ever after? ternyata tidak.
loh, kenapa?

Sebelum kesana, yuk kita berkenalan dulu dengan jenis-jenis ARV.
Di Indonesia, terdapat 3 golongan antiretroviral yang tersedia yaitu NRTI, NNRTI dan protease inhibitor (PI).

NRTI: Zidovudin (ZDV), Tenofovir (TDF), Stavudin (d4T), Abacavir (ABC), Lamivudin (3TC), Emtricitabin (FTC)
NNRTI : Nevirapin (NVP), Efavirenz (EFV)
Protease inhibitor : Lopinavir/Ritonavir (LPV/r)

ARV lini pertama adalah kombinasi antara dua NRTI dan satu NNRTI. ada 3 jenis obat yang akan digunakan.
NRTI pertama : Tenofovir/Zidovudin/Stavudin
NRTI kedua : Lamivudin/Emtricitabin
NNRTI : Nevirapin/Efavirenz

Terdapat pula FDC (Fixed Dose Combination/ Kombinasi Dosis Tetap) yang diminum sehari sekali dengan kombinasi 3in1 ARV (terdiri dari tenofovir, lamivudin dan efavirenz) dan duviral (Zidovudin dan Lamivudin). Karena Duviral hanya terdiri dari 2 macam obat jenis NRTI, maka perlu ditambahkan satu jenis lagi dari golongan NNRTI, yaitu Efavirenz.
Dengan kombinasi-kombinasi ARV diatas, tervonis HIV harus meminum obat-obat tersebut secara disiplin, tepat waktu, dan jangka panjang, atau ancamannya, virus HIV akan resisten, padahal obat-obat itu tergolong obat keras dan berbahaya bagi organ tubuh manusia.

Lalu pertanyaan besarnya,
benarkah ARV adalah satu-satunya jalan?
sayangnya, dokter-dokter konvensional kita masih beranggapan begitu, padahal ARV tidak sepenuhnya innocent.

1. Efek Samping ARV adalah AIDS itu Sendiri
Apa yang terjadi bila anda makan vetsin/MSG/Monosdium glutamat/penyedap rasa setiap hari seumur hidup? paling tidak, akan terjadi reaksi-reaksi abnormalitas dalam tubuh, itu lah kenapa ahli gizi dan dokter membatasi konsumsi vetsin dan melarang untuk dikonsumsi terlalu sering.
Padahal, vetsin dibuat dari bahan-bahan alami dari alam dengan bantuan teknologi industri, namun tetap memberikan efek negatif. sekarang, anda banyangkan ARV, obat keras buatan lab harus anda konsumsi setiap hari.
Bahkan pakar medis dan dokter mengakui bahwa ARV memiliki efek samping jangka pendek dan panjang. Efek jangka pendek yang paling sering terjadi adalah mual, nyeri ulu hati, pusing, linglung, halusinasi, gangguan pencernaan (diare), gangguan kulit (menghitam, ruam), dan efek psikologis seperti mood swing atau menjadi agresif. meski tampak ringan, efek ini dapat mengganggu produktifitas sehari-hari.
Efek jangka panjang yang akan terjadi bila ARV dikonsumsi dalam waktu lama adalah lipodistrofi, yaitu perubahan distribusi ke daerah tubuh yang tidak lazim, sehingga lemak akan tertumpuk di dada pria (spt payudara), belakang leher, dan kehilangan lemak di pipi), sindrom steven johnson, dimana seluruh kulit melepuh dan menyebabkan kematian. efek jangka panjang lainnya seperti kerusakan ginjal, hepatoksisitas (liver yg keracunan), sirosis hati, kerusakan syaraf pusat, bipolar,  kehilangan kordinasi tubuh, pikun, dll. efek jangka panjang ARV bisa dilihat di sini.

2. Bahan Baku ARV yang Tidak Jelas dan Tidak Halal
Ketika kita makan, maka kita sangat peduli dengan apa saja yang terkandungnya, gizinya, cara memasaknya, bahan bakunya, hingga bumbu-bumbunya komplit dengan tingkatan pedasnya. Tentu saja makanan-makanan berpengawet, pewarna buatan, berkimia pestisida, dan tidak higienis akan ditolak masuk ke mulut kita.
Tapi apakah kita memberlakukan hal yang sama pada obat? seberapa sering anda mengecek komposisi obat, takaran, indikasi, dan efek samping obat bahkan obat warung sekalipun? Taukah anda bahwa 90% obat di Indonesia tidak halal karena mengandung alkohol, bahan baku dari babi, dan zat-zat psikotropika?
Bahkan untuk beberapa jenis ARV seperti Efavirenz mengandung benzodiazepine, zat narkotika dengan efek sedatif atau penenang yang membuat peminumnya sempoyongan, ngefly, pusing, berhalusinasi bahkan bila diminum jangka panjang akan menyebabkan kerusakan syaraf pusat.
silakan baca lebih banyak tentang zat narkotika dalam ARV di sini.
Lalu, dimanakah letak keberkahan dan kebahagian hidup kalau anda harus terus menenggak zat narkotika seumur hidup hanya karena ingin panjang umur?

3. Inkonsistensi Kebijakan dan Kekacauan Distribusi ARV
Kejadian setiap tahun yang rutin terjadi adalah kurangnya stock bahkan kekosongan obat di berbagai tempat di Indonesia. Hal ini terjadi merata di seluruh Indonesia setiap tahunnya. ODHA yang biasanya mengambil obat untuk seminggu hanya diberi 3 hari bahkan harus rela pinjam dan bahkan absen tidak minum untuk sehari dua hari, yang biasanya mengambil FDC, maka harus merubah jadwal karena diberi pecahan, bahkan tak jarang, ARV-ARV yang telah kadaluarsa di gudang dikluarkan dan diberikan pada tervonis HIV, dengan pembenaran-pembenaran agar tetap mau menenggaknya tanpa rasa khawatir. Fakta tentang ARV kadaluarsa yang dipaksakan pada ODHA bisa dibaca di sini.


Screenshot yang diambil dari grup "monitoring ARV"

Dengan kondisi seperti itu, inkonsistensi para pelaku komersialiasi obat mulai terjadi. Sebelum terjadi kekosongan obat, para tervonis ditakuti-takuti oleh dokter dan konselor dengan mengatakan bahwa harus patuh minum ARV, tidak boleh disubstitusi, setiap hari, pada jam yang tepat, bila terlewat/tidak patuh maka virus akan resisten, pengobatan gagal, dan harus naik lini 2. Namun ketika terjadi kekosongan ARV, dokter dan konselor mulai longgar dengan mengatakan "tidak apa-apa terlewat 2-3 hari tanpa ARV, yang penting pola makan dan istirahat dijaga ya", atau bahkan ada yang diresepkan vitamin C dan antibiotik sebagai substitusi ARV beberapa hari. benar-benar tidak konsisten ya.

4. Komersialisasi isu HIV/AIDS dan ARV
Para petugas lapangan dan konselor mengklaim bahwa mereka mengajak orang-orang untuk VCT adalah tindakan sosial dan sukarela, padahal ada pundi-pundi yang mengalir disitu, terlebih bila para petugas lapangan, dampingan, dan konselor bisa menjaring orang-orang melebihi target bulanan, maka bonus rupiah bisa didapat. Hal seperti ini memicu banyak kasus para petugas lapangan yang mencuri data pasien HIV dari rumah sakit dan mengklaimnya sebagai hasil ajakan mereka untuk dilaporkan ke KPA. 
Belum lagi ketika tervonis HIV kemudian dipaksa untuk ambil ARV oleh para konselor ini, bahkan tak jarang mereka nekat datang kerumah pasien dan membocorkan status HIVnya pada keluarganya, hal yang seharusnya dirahasiakan oleh mereka, bahkan seharusnya menjadi kode etik mereka.
Kenapa mereka bisa berbuat seperti itu? lagi-lagi karena rupiah. Makin banyak ODHA yang ambil ARV, maka target bulanan mereka tercapai.
Belum lagi privilege bagi mereka yang achieve target, mereka akan diundang menginap di hotel-hotel untuk mengikuti pelatihan dan lokakarya ini itu bagi konselor. suatu lahan subur yang menggiurkan.


Screenshot bukti para pelaku komersialisasi isu HIV yang mengaku bekerja sosial

Loh, bukankah ARV itu gratis? lalu dimana letak komersialisasinya?
Siapa bilang ARV gratis? ARV yang sampai ke tangan para ODHA itu dibeli negara oleh uang APBN dan didistribusikan pada ODHA dengan subsidi. Bila tanpa subsidi negara, ODHA setiap bulannya harus membayar 600-800 ribu sebulan untuk lini 1, atau 1,5 juta hingga 2 juta untuk lini 2.
Dari manakah negara membeli ARV? tentu dari perusahaan farmasi atau negara-negara yang memproduksi massal ARV seperti India. Suatu keuntungan massif untuk perusahaan obat tersebut bisa memasok obat untuk banyak negara. Tak jarang, para perusahaan ini memberi "bonus" dengan cara mengundang ke seminar-seminar di luar negeri, atau untuk sekala besar, adalah donasi kesehatan yang diberikan melalui WHO dan world bank. Tak heran bukan rantai jual-beli obat ini begitu terstruktur dan masif?
Belum lagi rencana pemerintah yang baru-baru ini menuai kontroversi, setelah kebijakan SUFA (pemberian ARV tanpa melihat CD4), kebijakan PrEP (konsumsi ARV bagi non-reaktif sebagai pencegahan), lalu muncul kebijakan ARV-B (ARV berbayar). Pemerintah mulai tidak yakin apakah negara masih bisa mensubsidi ARV bagi rakyatnya, terlebih angka tervonis tiap tahunnya selalu naik, diiringi gencarnya program VCT (bila pemerintah saja mulai khawatir dengan keuangan negara, lalu apa yang membuat mu yakin kalau ARV akan selamanya gratis?), maka pemerintah berencana membuat ARV bisa dibeli di apotik. simak lebih lengkap soal ARV berbayar di sini.

Silakan simak video tersebut, kenapa MAHA STAR menolak ARV:


Namun kembali lagi, MAHA STAR tidak pernah menyuruh anggotanya untuk tidak atau berhenti ARV. MAHA STAR hanya memberikan pertimbangan bagi yang bingung harus kah menenggak obat secara disiplin dan seumur hidup, tapi keputusan akhir tetap ada ditangan individu masing-masing, karena diri masing-masing lah yang akan merasakan semua resiko dari pilihannya.
Bagi mereka yang memilih untuk tidak meracuni diri dengan ARV, MAHA STAR siap untuk menjadi sharing dan supporting group sehingga bisa lebih sehat dan tidak merasa sendiri.
Tak perlu risau,
keep calm and fight stigma

Bangkit bersama MAHA STAR!

Jumat, 12 Mei 2017

Sambiloto, Potensi Terbaik Antiviral dan Pendongkrak Imun

Di dunia ini sebetulnya terlimpah banyak sumber daya alam yang diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan sebagai pengobatan alami. Bila kita melihat kebiasaan manusia yang menjunjung kearifan lokal, mereka tampak segar bugar dan sehat.
Sambiloto (Andrographis paniculata) disebut sebagai tanaman dengan banyak manfaat dan potensi. dari banyak hasil penelitian dan pengembangan, Ekstrak sambiloto memberikan hasil yang sangat memuaskan, terlebih pada pasien dengan penyakit infeksi dan penurunan kekebalan tubuh. Hal ini dikarenakan aktivitas biologis pada zat Andrographolide yg yang terkandung dalam sambiloto.  Dari banyak jurnal ilmiah yang sudah dikumpulkan MAHA STAR, berikut adalah manfaat dari tanaman sambiloto.

  1. Efek Hepatoprotektif: dari banyak penelitian, ternyata ektrak sambiloto dengan kandungan andrographolide ini memiliki fungsi sebagai pelindung liver atau hepaprotektif. Sambiloto dapat melindungi kerusakan liver yang diakibatkan berbagai hal terutama toksisitas atau kerusakan liver akibat toxic/racun.
  2. Antimikroba dan antiparasit: Ternyata andrographolide dalam sambiloto juga mampu menangkal infeksi-infeksi dari bakteri, virus, dan parasit. Bakteri yang efektif dibasmi oleh sambiloto sebagaian besar adalah bakteri-bakteri pencernaan yang merugikan, sangat efektif bagi anda yang mengalami masalah pencernaan. Sambiloto juga terbukti efektif menghambat virus herpes simplex tanpa ada efek samping juga beberapa parasit yang menjangkiti sumber air
  3. Antioksidan dan Anti-inflamasi: Selain kandungan andrographolide, ekstrak sambiloto juga mengandung phenol dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan untuk melawan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. 
  4. Terapi penyakit infeksi: beberapa penyakit infeksi seperti leptospirosis, TB paru, dan meningitis dapat dibantu penyembuhannya dengan terapi ekstrak sambiloto dan terbukti efektif dengan efek samping hampir tidak ada.
  5. Immune booster dan Inhibitor HIV: Sebuah penelitian juga dilakakun terhadap pasien HIV, dimana hasilnya terdapat peningkatan CD4 yang signifikan, yang bisa disimpulkan bahwa sambiloto dapat menginhibisi (mengganggu) replikasi HIV.

Mengolah Sambiloto
Cara termudah dan terbaik untuk memanfaatkan sambiloto adalah dengan cara dibuat menjadi teh. tanaman sambiloto (bisa juga yang sudah dikeringkan) bisa diseduh dengan air panas sehingga zat-zat bermanfaat yang terkandung dalam tanaman itu terekstrak optimal. 
Ratio secara umum adalah segenggam sambiloto direbus dengan 3 cangkir air hingga tersisa 1 cangkir air, saring dan minum. bisa diminum 2-3 kali sehari.

Efek Samping
Karena kandungannya yang sangat kaya, tidak semua orang bisa mudah mengonsumsi sambiloto. Pola hidup dan kondisi fisik berpengaruh juga pada efek samping yang dirasakan. Selama dalam takaran normal, tidak berlebihan, dan tidak dalam jangka panjang, sambiloto aman dikonsumsi.
Efek samping yang pernah dilaporkan adalah mual dan gangguan pencernaan akibat dari kandungan andrographolide yang sangat pahit. Perhatikan juga waktu jeda terapi sambiloto jika anda sedang menggunakan obat-obatan kimia sebagai treatmen utama, dikhawatirkan terdapat kontra indikasi.


Berikut adalah video dari youtube MAHA STAR tentang sambiloto sebagai terapi.

HIV dapat diatasi dengan sambiloto (courtesy Berita Islam Masa Kini)

Sumber:


Senin, 01 Mei 2017

Tes Viral Load, Benarkah Menghitung Jumlah Virus HIV?

Tes viral load (atau biasa disingkat VL) digunakan sebagai acuan keberhasilan terapi antiretroviral (ARV) dengan menghitung (yang katanya) jumlah HIV dalam darah sampel menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Bila angka VL tinggi (misalnya ribuan copy) maka artinya virus masih banyak dalam tubuh, dan dikatakan "sehat" bila hasil dari VL adalah undetectable atau tidak terdeteksi.

Namun benarkah tes VL seakurat itu bisa menghitung jumlah virus HIV? padahal eksistensi virus ini saja masih menjadi perdebatan banyak pakar dan ahli medis di seluruh dunia.
Kita sebagai awam tentu masih bisa menilai dan meneliti sendiri, diantaranya melalui testimoni, dan juga menelaah jurnal-jurnal laporan penelitian ilmiah dalam hal tes viral load ini.

Testimoni Chris Janik: Perbedaan Signifikan Hasil VL di Dua tempat
Sebuah testimoni di grup Rethinking AIDS (afiliasi internasional MAHA STAR) terkait dengan tes viral load dari Chris Janik di Jerman, berikut transkrip aslinya:

"We all were talking a lot about the disclaimer in the test for viral load (PCR). Now I had enough to talk about this and decided to measure my viral load at two different laboratories at 11. April 2017.
First in Bonn at 1:45 pm and then in Cologne (were my HIV doc is) at 3:15 p.m.
There are 90 minutes between both blood takings. Shouldn't be the viral load at the same day within such a short period of time not be approximately the same????
But the result in Cologne ist three times (!!!!) bigger than what is measured in Bonn?"


 Hasil VL Chris Janik di Bonn (71.000 copies) tgl 11 April 2017 pukul 13:45

Hasil tes VL Chris Janik di Cologne (248.000 copies) tgl 11 April 2017 pukul 15:15

terjemahan: Kita semua sudah sering membahas tentang sanggahan dalam tes untuk viral load (PCR), sekarang saya sudah merasa cukup untuk membicarakannya dan memutuskan untuk mengukur viral load saya di dua lab yang berbeda pada tanggal 11 April 2017.
Pertama di Bonn pada pukul 1:45 siang dan di Cologne (dimana dokter HIV saya berada) pada pukul 3:15 sore.
Ada selisih waktu sekitar 90 menit antara kedua pengambilan darah. Bukankah seharusnya jumlah viral load pada hari yang sama dengan waktu yang singkat akan menghasilkan hasil yang kurang lebih sama??? tapi hasil VL di Cologne bisa tiga kali lipat lebih besar dari apa yang dihasilkan di Bonn?

Perbedaan signifikan hasil VL di dua lab berbeda di hari yang sama



Testimoni Juliane Sacher: Non-Reakif, Tapi VL Tinggi
Sebagai informasi, Dr. Juliane Sacher adalah seorang dokter swasta yang pernah bekerja bersama Otoritas Federal Jerman dalam studi HIV tahun 1987 - 1993, mengabdi pada komisi HIV/AIDS di parlemen tahun 1988, menerima penghargaan 100.000 Deutschmark untuk kerjanya pada pasien HIV/AIDS tahun 1990, dia bekerja sebagai ahli biostatistik di Wuppertal University tahun 2000 - 2002, dia tertarik dalam penyakit kronis termasuk pengobatan-pengobatan mainstream, dan sekarang menjadi salah satu anggota di Rethinking AIDS dan menjadi komite ahli bidang medis.

Dalam sebuah artikel ilmiah yang ia publikasikan tahun 2006, dia membahas tentang pengalaman dan analisa dia terhadap tes viral load. Dalam penelitiannya dia menggunakan darahnya sebagai sampel, dan melabeli dengan nama temannya yang pernah divonis HIV positif lalu diberikan pada petugas lab. bagaimanakah hasilnya? Dr. Sacher yang memang negatif HIV tapi dalam darahnya terdeteksi 1800 copies "virus". Ternyata Dr. Sacher ini penderita reumatik yang berhubungan dengan pembengkakan kronis. Jadi kesimpulannya beliau, bahwa tes PCR viral load tidak menghitung jumlah virus HIV, bahkan stres oksidatif dan pembengakakan akan dihitung. 
Tulisan lengkap Dr. Sacher bisa diunduh di sini.


Kary Mullis, Penemu PCR: "PCR hanya detektor, BUKAN Alat Penghitung!"
Dalam sebuah dokumenter, Kary Mullis, penemu teknik PCR, peraih nobel bidang biokimia, dan AIDS Denialist mengungkapkan bahwa, PCR dapat mendeteksi DNA dengan memproduksi jutaan copy, tapi perlu dicatat, PCR bukan alat ukur, tapi hanya alat pendeteksi (detektor), mengukur jumlah HIV pada sampel darah pasien dapat menghasilkan kesalahan angka yang serius.
Kary Mullis berpendapat bahwa para perusahaan medis dan lab menyalahgunakan temuannya (yaitu teknik PCR) untuk tujuan yang salah. Dokter-dokter mengatasnamakan tingginya angka VL (dimana ternyata angka VL tidak ada artinya) untuk memberikan obat-obatan. Benarkah obat-obatan itu menekan virus hingga undetectable? atau ternyata menekan aktivitas sel-sel normal?
Cuplikan tentang PCR dari Kary Mullis bisa dilihat di video di bawah ini.



Bahkan, dalam video diatas dikatakan juga, bahwa:
dalam brosur alat PCR COBAS HIV-1 Test tertulis bahwa:
"Alat tes HIV-1 COBAS tidak ditujukan untuk digunakan sebagai tes screening adanya virus HIV dalam darah, atau produk darah, atau sebagai tes diagnostik DALAM MENGKONFIRMASI adanya infeksi virus HIV."
lalu kenapa dokter-dokter masih menggunakan alat ini untuk mencari angka yang sebetulnya tidak ada artinya??



Kutipan Berbagai Hasil Penelitian
Berikut ini adalah kumpulan dari berbagai hasil penelitian internasional terkait dengan tes VL PCR yang ternyata tidak akurat:

  1. "hasil PCR positif HIV pada 3 kelahiran baru, bayi-bayi tersebut asimtomatik dan 4 telah dites pada 18 bulan menggunakan ELISA dgn 2 antigen berbeda dan 1 rapid tes untuk konfirmasi. Secara mengejutkan, seluruh dan 3 kelahiran baru yang positif PCR ternyata non reaktif pada ELISA" - Agarwal D Agarwal NR. False positive HIV-1 DNA PCR in infancy. Indian Pediatr. 2008 45 245-6
  2. "Orang yang malnutrisi biasanya memiliki angka viral load tinggi karena mereka hanya memiliki sedikit sumber daya dalam tubuhnya untuk melawan virus, Orang-orang dengan viral load tinggi akan lebih menulari. Malaria, bilharzia dan cacing usus juga akan menaikan angka viral load seseorang - Cullinan K. Radical approach to AIDS prevention. Health-e News (Cape Town). 2006 Jun 5
  3. "Secara paradoks, Serum awal kolestrol, tapi bukan atorvastatin, mempengaruhi viral load yang melambung pada minggu ke-4" - Negredo E Clotet B, Puig J, Perez-Alvarez N, Ruiz L, Romeu J, Molto J, Rey-Joly C, Blanco J. The effect of atorvastatin treatment on HIV-1-infected patients interrupting antiretroviral therapy. AIDS. 2006 Feb 28 20(4) 619-21.
  4. "PCR Kuantitatif seharusnya tidak digunakan dalam tes diagnostik HIV karena hasil positif palsu dan negatif palsu bisa terjadi di berbagai kondisi" - earon M. The laboratory diagnosis of HIV infections. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2005 Jan 16(1) 26-30.
  5. "Dalam penelitian kami, kami mengalami insiden positif palsu HIV DNA PCR yang tinggi (75%) terutama pada anak-anak yang lebih muda" - Shah I. Diagnosis of perinatal transmission of HIV-1 infection by HIV DNA PCR. JK Science. 2004 Oct-Dec 6(4) 187-189.
  6. "56 orang yang secara klinis asimptomatik terinfeksi HIV, 31 (55%) orang yang dimana terinfeksi juga oleh helminth (cacing usus) diteliti. Pada permulaan, HIV VL sangat kuat berkorelasi dengan jumlah telur yang dikeluarkan dan lebih tinggi pada orang yang terinfeksi oleh lebih dari satu helminth. Setelah treatmen helminth, 6 bulan perubah VL HIV secara signifikan berbeda antara grup yang sukses ditreatmen dan grup yang masih terinfeksi helminth" (artinya infeksi cacing usus mempengaruhi jumlah VL HIV) - Wolday D Mayaan S, Mariam ZG et al. Treatment of Intestinal Worms Is Associated With Decreased HIV Plasma Viral Load. J Acquir Immune Defic Syndr. 2002 Sep 1 31 56-62
  7. "tidak ada hubungan kepatuhan (ARV) dengan VL, meskipun hanya 13 orang (31%) yang memenuhi seluruh target kepatuhuan" - Stein MD Rich JD, Maksad J et al. Adherence to antiretroviral therapy among HIV-infected methadone patients: effect of ongoing illicit drug use. Am J Drug Alcohol Abuse. 2000 May 26(2) 195-205
  8. "DNA kanker payudara dari 40 pasien di teskan PCR dengan HIV-1 gp41, dan SELURUH sampel dihasilkan positif. fragmen-fragmen DNA diperkuat dengan 7 sampel acak kanker payudara, rangkaian DNA kanker payudara menunjukan paling tidak 90% homologi pada HIV-1 gen untuk gp41" - Rakowicz-Szulczynska EM Jackson B, Szulczynska AM, Smith M. Human immunodeficiency virus type 1-like DNA sequences and immunoreactive viral particles with unique association with breast cancer. Clin Diagn Lab Immunol. 1998 Sep 5(5) 645-53
  9. "pada 223 spesimen untuk anak terinfeksi HIV, 89% positif PCR, 11% negatif PCR, dan 1% dengan status tidak jelas (indeterminate)" - Bremer JM Lew JF, Cooper E et al. Diagnosis of infection with human immunodeficiency virus type 1 by a DNA polymerase chain reaction assay among infants enrolled in the women and infant's transmission study. J Pediatr. 1996 Aug 129(2) 198-207
  10. "hanya 50% dari grup lab kolaborasi uji klinis AIDS yang mampu mendeteksi 60 copies dari HIV RNA di 150,000 sel di program standarisasi PCR Institut Kesehatan Nasional. 33% dari lab-lab ini mendapatkan kendala dengan hasil-hasil positif palsu" - Tudor-Williams G. Early diagnosis of vertically acquired HIV-1 infection. AIDS. 1991 Jan 5(1) 103-5

 Laporan lengkap terkait penelitian-penelitian ketidakakuratan VL PCR bisa dilihat di sini.

So, masih yakin dengan harga tes VL yang tinggi berbanding lurus dengan ketepatan dan validitas hasil??
Selalu,
Gue MAKIN enggak kudet
bangkit bersama MAHA STAR!