Ayo Bergabung!

Senin, 14 November 2016

ARV Berbayar, Bukti Komersialisasi Isu HIV



Akhir-akhir ini beredar kabar bahwa ARV berbayar akan diterapkan pemerintah dengan alasan pertimbangan beberapa hal, setelah MAHA STAR kroscek pada beberapa website resmi organisasi, LSM mainstream juga kementerian kesehatan, ternyata memang betul bahwa ARV berbayar akan diterapkan di Indonesia dan lokakarya diskusi sudah dilakukan tanggal 10 November kemarin.

diambil dari website resmi organisasi mainstream HIV

Lalu, apakah benar ARVB (ARV-Berbayar) ini hanya untuk beberapa klausul dan ARV gratis masih tetap ada?

Yang perlu sahabat ketahui, ARV di Indonesia tidak pernah gratis, TIDAK PERNAH!
ARV yang sampai ke tangan ODHA, baik regimen pecahan generik hingga FDC import adalah subsidi dari anggaran negara (APBN), artinya negara membayarkan ARV yang diberikan pada ODHA dari uang negara.
Di lain pihak, pemerintah kini gencar melakukan program-program pencegahan HIV-AIDS melalui KPA dengan program VCT gratis, dimana tujuan dari program ini adalah menjaring dan mendeteksi orang yang terinfeksi HIV sebanyak-banyaknya dan mendapatkan ARV dengan beberapa iming-iming misalnya kondom gratis.
Belum lagi program-program lain dimana output akhirnya adalah, penggunaan ARV secara meluas. misalnya program SUFA (Strategic Use for Antiretorviral), dimana orang yang terdeteksi positif langsung disarankan ARV tanpa melihat angka CD4. belum lagi program rekomendasi dari WHO yaitu PrEP (Pre-exposure Prophylaxis) dimana orang-orang beresiko dari populasi kunci disarankan mengkonsumsi ARV secara rutin sebagai pencegahan.
pertanyaannya, adakah jaminan ARV akan selamanya mendapat subsidi? akan kah ARVB menjamin stok ARV subsidi tetap ada dan tidak disalahgunakan?

berikut kutipan yang kami dapat dari bahan materi lokakarya yang resmi disusun oleh Kemenkes:
"Dengan demikian, dengan meningkatnya pengguna ARV, maka nilai APBN yang dialokasikan untuk ARV juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2016, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 782M, ranking 2 untuk pengadaan obat, untuk 70 ribu pasien dengan tingkat kecukupan stok untuk 18 bulan. Dana Global Fund untuk pengadaan ARV di Indonesia pada tahun 2016 adalah Rp 17 Milyar. Tahun 2017 diperkirakan negara akan mengeluarkan Rp 1,3 Trilyun untuk pengadaan ARV untuk 138 ribu ODHA. Peningkatan terus menerus tersebut menimbulkan pertanyaan sampai kapan negara akan mampu mensubsidi penuh ARV untuk ODHA? peningkatan jumlah pengguna ARV menimbulkan kecemasan mengenai ketersediaan dana ARV dalam jangka panjang."
Sumber: Modul Materi Lokakarya Membangun Rekomendasi Kebijakan ARV Jalur Berbayar, halaman 2

Pemerintah sendiri saja TIDAK YAKIN apakah ARV akan terus selamanya disubsidi, apalagi jumlah ODHA terdeteksi makin naik tiap tahun. Belum lagi, pemerintah tidak mampu mengelola ARV subsidi,buktinya? kekosongan ARV setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia, baik pecahan maupun FDC. bahkan, saking kurang stok, ARV kadaluarsa dipaksakan diberikan pada ODHA. (baca tentang ARV expired disini)

Screenshoot dari beberapa postingan di grup mainstream ARV tentang keluhan kekosongan stok yang terjadi tiap tahun dan merata di seluruh Indonesia


PrEP, Pencetus Awal ARV-Berbayar
ARV untuk PrEP (Pre-exposure prophylaxis), yaitu penggunaan ARV untuk mencegah penularan HIV pada orang yang belum terinfeksi HIV. World Health Organization (WHO) merekomendasikan hal ini pada September 2015 khususnya untuk populasi yang memiliki resiko tinggi tertular HIV. Secara perlahan rekomendasi ini diadopsi oleh berbagai pihak, dan permintaan akan ARV untuk PrEP dapat diperkirakan akan meningkat. Mengingat bahwa saat ini Pemerintah Indonesia masih memprioritaskan pengadaan ARV untuk pengobatan, maka Pemerintah belum mengalokasikan anggaran untuk pencegahan dengan menggunakan PrEP, padahal program PrEP di Indonesia akan mulai digencarkan. Artinya, program PrEP di Indonsia akan mengawali adanya ARVB.

Dampak KOMERSIALISASI bila ARV-Berbayar Diterapkan:
  • Bila pemerintah terlibat dalam pengelolaan ARV Jalur Berbayar, fokus pemerintah akan terpecah dan akan timbul konflik kepentingan.
  • Skema ARV Jalur Berbayar adalah pintu masuk untuk pemerintah mengarahkan ARV Gratis menjadi ARV Jalur Berbayar.
  • Bila harga jual ARV Berbayar lebih tinggi dari ARV Gratis maka Perusahaan Farmasi akan cenderung mengutamakan produksi dan distrbusi ARVB. Misalnya : Perusahaan Farmasi mengutamakan distribusi ARVB sehingga di suatu Kabupaten/Kota, ARV Gratis tidak tersedia karena belum menerima kiriman dari Pusat / Dinas Kesehatan, namun ARVB tersedia di apotik lokal.
  • Harga jual ARVB terlalu tinggi. Saat ini ada monopoli ARV oleh Ki*ia F*rma. 
  • ARV Gratis akan “diselundupkan”, dijual sebagai ARV Jalur Berbayar oleh oknum tertentu yang memahami seluk beluk distribusi ARV Gratis dan ARV Jalur Berbayar
  • ODHA yang memerlukan uang akan menjual ARV Gratis yang diperolehnya.

KESIMPULAN
Saat ini isu HIV/AIDS sedikit demi sedikit dijadikan komoditasi dan dieksploitasi besar-besaran. mulai dari VCT yang menargetkan sebanyak-banyaknya ODHA, program SUFA, dan rekomendasi PrEP dari WHO, seakan-akan menjadi marketing dari ARV dan membuat masyarakat luas menjadi ketergantungan dan akhirnya menjadi konsumen tetap dari obat ini. Padahal pemerintah sendiri tidak bisa menjamin ketersediaan stok dan kelancaran distribusi ARV, dan tidak yakin ARV akan terus disubsidi (karena lonjakan angka ODHA tiap tahun). lalu masih adakah jaminan ARV gratis akan tetap disubsidi?? 
Rencana ARV Berbayar, dengan kemungkinan-kemungkinannya, adalah bukti komersialisasi dari isu HIV ini. ketika masyarakat terutama ODHA sudah ketergantungan dengan ARV gratis, maka perlahan akan bergeser menjadi ARV berbayar dengan dalih stok kosong dan distribusi macet.
MAHA STAR, akan terus mengkritisi dan menolak komersialisasi isu HIV yang menjadikannya komoditas untuk meraup keuntungan. 

Keep Calm & Fight Stigma
Gue Enggak Kudet
BANGKIT BERSAMA MAHA STAR!


0 komentar:

Posting Komentar